Being Present: Manfaat, Hambatan, Caranya (Part 1)

Yulindann | Temen Mikir
3 min readDec 17, 2023

--

Photo by Lesly Juarez on Unsplash

Kemarin pas lagi di bonceng mau jalan-jalan sore sama bestie dari sisi gelombang kanan, tiba-tiba aku ngerasa saat tersebut adalah saat yang tepat untuk ‘ngelamun’. Dan muncul 1 pertanyaan, kira-kira apa hal yang perlu (urgent) untuk ku latih dan pelajari?

“Being present” (hadir sepenuhnya)

Itu yang muncul. Kenapa ya?

Seperti biasanya, kadang aku belum begitu ngeuh tentang alasan di baliknya. But I had a strong feeling about that. Jadi tulisan ini bukan advice, tapi lebih mirip catatanku untuk ‘nge-record’ dengan lebih sadar tentang alasan/manfaat, penyebab kesulitan selama ini dan riset kecil-kecilan dalam rangka meng-update strategi untuk being present.

Being present (hadir sepenuhnya) intinya adalah menjadi sadar sepenuhnya di momen saat ini.

Pemaknaan pribadi

Why Is Being Present So Important (Especially for Me)?

Kalian yang sudah pernah membaca blog ku sebelumnya, atau ngikuti medsosku mungkin tahu kalau aku sempat konsultasi ke psikiater dan psikolog untuk masalah yang berhubungan dengan anxiety.

Salah satu keluhanku yang paling mengganggu waktu itu adalah kesulitan tidur di malam hari. Aku gak perlu jelaskan terlalu detail, tapi yang pasti itu cukup mengganggu aktifitas dan mood-ku. It was like a vicious circle. So, I accepted an advice to went there and talked with proffesionals!

Aku menjalani terapi obat dan juga bicara ke psikolog. Prosesnya gak begitu jauh kaya ngobrol sama temen dekat (plus my mind maps hehehe). Tapi karena sudah pro, jadi prosesnya menurutku lebih efektif dan advice-nya ngena sebagai bahan renungan.

Baca juga,

I couldn’t stop thinking everything at night. That was a cause of my sleep problem.

Dan being present adalah salah satu obatnya yang wajib aku konsumsi.

Yes, obat bukan cuma ngomongin obat kimia ya. Tapi obat dari dan untuk pikiran kita. Jadi selesai sama obat berbahan kimia, sekarang aku mulai bisa lebih fokus dengan obat versi pikiran dan aksi.

Kira-kira gini hubungannya :

Gak bisa tidur, karena → Ngerasa anxious, karena? →Overthinking (gak bisa berhenti kepikiran sesuatu), karena? →Thinking about past or future (kebanyakan sih future)

Jadi dengan kemampuan being present (hadir sepenuhnya), aku bisa mindful pas mau tidur. Akan lebih mudah mengajak semua organ dan pikiranku untuk beristirahat dengan baik.

Selain masalah tidur, menurutku aku juga punya PR untuk menikmati rutinitas. Hehehe

Doing routines is hard.

Sejujurnya aku punya ambivalent feelings tentang rutinitas. Di satu sisi, aku pengen banget menjalani rutinitas yang stabil, gak terlalu banyak perubahan atau hal-hal yang harus di waspadai. Tapi once itu terjadi, aku justru jadi ngerasa cemas (bahkan stuck). Aneh kan?

Hahaha iya emang.

Sekarang aku memaknai fenomena itu kaya gini :

Bukan rutinitasnya yang aku hindari, tapi terlalu banyak perubahan dan hal yang harus di waspadai yang bikin merasa gak nyaman. Kenapa? Karena terlalu cemas sama banyak hal yang sebenarnya gak bisa di selesaikan dalam satu waktu/ waktu singkat (hmm..lebih ke panik jadinya).

Ini keywordnya!

Selain milih apa yang di fokusi dulu, I need to enjoy the process. Kata lainnya, melakukan rutinitas dengan kesadaran kalau rutinitas itu adalah proses tersebut!

Manfaat being present (hadir sepenuhnya) yang lainnya

Selain membantu untuk jadi lebih mindful saat tidur (mindful sleeping), dan enjoy the process, manfaat being present menurutku juga lumayan ngena ke kebutuhan basic kita kalau di terapin dalam aktifitas sehari-hari lainnya. Misalnya :

  • Lebih confident, karena bisa mendengar, melihat, merasakan dan paham apa yang lagi kita hadapi. Bonusnya, bisa memelihara kesehatan relasi karena mindful saat komunikasi (menyimak dan bicara)
  • Lebih sehat secara jasmani kalau di terapin dalam mindful eating dan exercise, karena bisa memilih dan menjalani hal-hal yang baik untuk tubuh
  • Tanpa kemampuan hadir sepenuhnya kita jadi kehilangan momen yang sebenarnya bikin kita seneng (merasakan emosi positif)

Pertanyaannya, apa being present realistis untuk dilakukan?

I think so, banyak jurnal yang sudah membicarakan hal ini. Aku bilang bisa, tapi gak bilang mudah ya. Hehehe, tapi bisa :)

Itu yang lagi aku usahakan dan ingin terus aku usahakan. Kalau-kalau motivasi mulai melempem, harapannya bisa memaafkan dan lanjutin lagi perjalanan latihannya. Karena healing itu kaya latihan kebugaran jasmani. Kalau cuma baca aja, jadinya pengetahuan kebugaran jasmani kan, bukan bugar beneran :p

To be continued.. (next blog)

--

--

Yulindann | Temen Mikir
Yulindann | Temen Mikir

No responses yet